10 Tahun UKT Tidak Naik, UT Sampaikan Jurus Utama Bisa Tetap Bertahan

Jakarta 28/06/2024 – Seiring dinamika peningkatan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di Indonesia, DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) Komisi X mengundang beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk memaparkan pembiayaan pendidikan pada masing-masing PTN dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP).

RDP ini dihadiri oleh 9 PTN, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Hasanudin (UNHAS), Universitas Riau (UNRI), Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI DIY), Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Politeknik Negeri Semarang (Polines), Politeknik Negeri Sriwijaya (POLSRI), dan Universitas Terbuka (UT). Dari 9 PTN yang hadir tersebut, UT menjadi salah satu sorotan pimpinan sidang karena penyelenggaraan pendidikan yang berbasis jarak jauh dan memiliki karakteristik yang unik dibandingkan PTN lain dan menawarkan UKT yang terjangkau.

Sumber: dok. DPR RI

Pembukaan rapat disampaikan oleh Pimpinan Sidang, yaitu Dr. Dede Yusuf M.E., S.T., M.I.Pol. selaku Wakil Ketua pada Komisi X DPR RI yang membawahi bidang Pendidikan sebagai salah satu bidang yang menjadi urusan Komisi X. Beliau menyebutkan bahwa, fenomena kenaikan UKT yang terjadi baru-baru ini dipicu oleh terbitnya Peraturan Menteri Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi.

Pada momentum ini, UT mendapatkan sebuah ruang untuk menyampaikan bahwa UT merupakan salah satu solusi untuk membuka seluas-luasnya akses Pendidikan Tinggi ke seluruh wilayah Indonesia dengan jangkauan pelayanan yang luas. Dalam kesempatan ini, Rektor UT yang diwakili oleh: Kepala Pusat Perencanaan dan Pelaporan, Bambang Hariyanto, S.E.; Staf Ahli Bidang Keuangan dan Akuntansi, Hendrawan Bayu Wicaksono, S.E., M.Ak.; dan Ahmad Tanoe Widjojo, S.E. selaku Staf Pusat Perencanaan dan Pelaporan. Dalam paparan yang disampaikan Bambang Hariyanto, S.E., beliau menyampaikan proses beserta dinamika UT dalam menghadapi tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia. Beliau menegaskan bahwa dengan karakteristik yang sangat berbeda dibanding PTN lainnya, UT menjadi satu-satunya PTN yang menerapkan pendidikan jarak jauh sehingga bisa melayani dari Sabang sampai Merauke, dari Kota hingga ke Pelosok Desa. Beliau juga mengungkapkan bahwa UT tetap mengupayakan pelayanan terbaiknya dalam menyelenggarakan pendidikan dengan cara bekerjasama dengan PTN lain serta mitra-mitra institusi pendidikan lainnya atau dapat disebut resource sharing.

Sumber: dok. DPR RI

Kerjasama yang mencakup hulu ke hilir proses pembelajaran mulai dari proses pembelajaran, praktikum, hingga ke ujian akhir ini dinilai memberikan nilai tambah bagi UT untuk tetap meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam rangka percepatan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi bagi masyarakat Indonesia. Dalam sela-sela pemaparannya, beliau mengungkapkan sebuah jargon “Mungkin kami datang terlambat, tetapi masa depan pembelajaran ada di kami” sebagai sebuah penegasan bahwa UT memang sudah dipersiapkan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan masa depan Pendidikan Tinggi dalam menuju Indonesia Emas tahun 2045 yang hanya tinggal 20 tahun lagi.

Dalam perjalanan dinamika UKT ini, UT menjadi salah satu PTN yang tidak terkena imbas dari dinamika yang hadir dengan konsekuensi tidak meningkatkan UKT dari sejak tahun 2014 pada Program Studi (Prodi) yang memang sudah ada sejak tahun tersebut. Dalam pemaparannya, turut disampaikan juga bahwa tarif UT cukup terjangkau. “UT bisa memberikan harga yang terjangkau karena memang sistem pembelajaran yang memaksa teman-teman mahasiswa yang harus mampu belajar secara mandiri dan jarak jauh” pungkasnya.

Dalam pemaparan yang disampaikan, keterjangkauan biaya kuliah di UT diungkapkan karena memiliki 2 jalur layanan yaitu Layanan Non Sistem Paket Semester (Non SIPAS) yang berkisar antara Rp. 35.000 – Rp. 80.000 per SKS/Semester nya, dan jalur layanan Sistem Paket Semester (SIPAS) yang berkisar antara Rp. 1.150.000 – Rp. 3.400.000 per Semester. Bukan hanya dari segi tarif tertulis yang terjangkau, ketika tarif SIPAS masing-masing prodi dibagi per bulan dibandingkan dengan rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di seluruh Indonesia tahun 2024 hanya berkisar kurang lebih antara 6% – 16% saja. Sehingga, UT dapat melayani seluruh kalangan Warga Negara Indonesia tanpa adanya batasan dan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Disampaikan pula bahwa UT memang didirikan oleh pemerintah pada saat itu tanpa memiliki batasan daya tampung.

Namun demikian, dikarenakan UT tidak memiliki limitasi daya tampung, tiap semesternya UT terus berupaya untuk menjaga kualitas pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Beberapa diantaranya adalah dengan mendapatkan akreditasi dari BAN-PT, mengaplikasikan standar mutu internasional (ISO), dan mendapatkan peninjauan kualitas dari The International Council for Open and Distance Education (ICDE), termasuk beberapa prodi yang sudah mendapatkan akreditasi internasional ternama dari Foundation for International Business Administration Accreditation (FIBAA).

Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan yang disampaikan para narasumber, Panitia Kerja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menyampaikan pandangan antara lain:

  1. Kebijakan yang mendorong perubahan status PTN Satuan Kerja (Satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTN Badan Hukum, perlu dikaji kembali berdasarkan kriteria dan kemampuan kemandirian masing-masing perguruan tinggi dalam penggalangan dana (fund raising).
  2. Perlu evaluasi terhadap Indeks Kinerja Utama (IKU) yang dibebankan kepada PTN, agar disesuaikan dengan rasionalitas dukungan program dan anggaran yang diberikan.
  3. Terkait dengan indikasi bahwa jika Pendapatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) naik, maka Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) turun. Atas hal tersebut maka perlu adanya kajian kebijakan alokasi berdasarkan rasionalisasi kebutuhan operasional perguruan tinggi dan keterjangkauan/kemampuan mahasiswa.
  4. Perlu meninjau kembali kebijakan perhitungan rata-rata UKT dengan mempertimbangkan selisih Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan UKT yang harus dipenuhi BOPTN, sebagaimana Kepmenristekdikti Nomor 140/M/KPT/2019 Tentang Formula Alokasi dan Penggunaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Non Penelitian.
  5. Mendorong adanya kolaborasi antara Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Kebudayaan dalam mendukung Prodi terkait Kebudayaan, dan mendorong terlaksananya Prodi-Prodi bertaraf Internasional sesuai tuntutan Permendikbud No. 54 Tahun 2003 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Rangkaian rapat ini tentunya menjadi momentum bagi UT untuk terus berkembang dan meningkatkan rekognisi pada dunia akademisi di Indonesia bahwa ada secercah harapan yang diletakkan para pendahulu kita kepada UT untuk membesarkan marwah pendidikan tinggi yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.